Ketika hendak melewati Dusun Ori, Kendaraan kedua korban dihentikan oleh kelompok pemuda dan tanpa basa basi melakukan pembantaian terhadap korban. Kedua korban akhirnya dilarikan oleh dua aparat tersebut ke dusun Waimital dan berhasil mengevakuasi korban melalui jalur laut.
Korban kemudian dilarikan untuk mendapatkan pertolongan medis ke Ambon pada pagi (Senin 12/6/23) di Rumah Sakit Bhayangkara Ambon serta menjalani visum et repertum.
Sebelumnya, pelaku dan keluarganya pernah melakukan pembantaian warga Kariu yang memicu penyerangan dan pembakaran rumah-rumah warga serta pembakaran dua gedung gereja Jemaat GPM Kariu pada 26 Januari 2022 lalu yang mengakibatkan lebih dari 1.500 warga Kariu mengungsi dan pemicu pembakaran sedikitnya 250 rumah warga serta menjarah seluruh harta dan barang milik warga Kariu.
Tercatat sejak Pemerintah Pusat di bawah koordinasi KSP RI dan Pemkab Malteng mengembalikan masyarakat Kariu ke Negerinya sejak 19 Desember 2022 lalu, kelompok pemuda yang diduga punya jaringan kuat dengan teroris khilafah Al-Khairyah ini sering melakukan keributan dan kekacauan untuk memancing situasi keamanan di kawasan pemukiman warga Kariu.
Kelompok ini diduga melakukan serangkaian penembakkan ke arah rumah-rumah warga Kariu dan pengeboman yang menimbulkan kepanikan diikuti dengan membunyikan alarm untuk memancing ketegangan di kawasan tersebut.
Sampai saat ini pihak kepolisian belum berhasil menangkap dan memproses hukum kelompok pimpinan Abubakar Sangadji, ini sehingga terus berkeliaran menebar isu kebencian dan melakukan aksi-aksi anarkis di daerah tersebut.
Bocoran data intelejen menyebutkan ada aliran dana cukup besar untuk mendukung aksi tersebut yang kemungkinan dibiayai oleh “sindikat elit kekuasaan lokal” pasca runtuhnya dinasti Tuasikal di Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku.
Dana tersebut diduga digunakan untuk memasukan amunisi, senjata dan bahan peledak guna mendukung mobilisasi logistik melalui jalur laut dari pelabuhan Gemba Kecamatan Kairatu Pulau Seram menuju Pelabuhan Tulimahu Dusun Ori Desa Pelauw di luar jangkauan aparat keamanan.
Aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok perusuh ini tak sanggup dihentikan oleh aparat keamanan yang bertugas di kawasan itu. Awalnya ada penempatan sedikitnya 600 personil gabungan TNI dan Polri pasca pemulangan warga Kariu untuk mengantisipasi serangan-serangan dan aksi-aksi anarkis tersebut, namun belum ada tindakan penegakkan hukum yang mengakibatkan kelompok ini tetap berualah.
Kelompok ini awalnya adalah Santri dari Yayasan Al-Khairyah yang merupakan cabang dari Khilafah Al-Khairyah pusat di Cilegon yang kerapkali membuat aksi-aksi intoleran di kawasan Jawa Timur.
Sejarah mencatat bahwa kelompok santri Al-Khairyah ini mulai masuk sejak tahun 1939 di Desa Pelauw Kecamatan Pulau Haruku yang saat itu sangat taat terhadap adat dan ritual Ma’atenu yaitu sebuah ritual pemujaan roh leluhur yang disinyalir memicu pertentangan dengan ajaran santri yang sudah diterima di sebagian warga Desa Pelauw.
Para Santri Khilafah Al-Khairyah ini kemudian diusir dari Desa Pelauw oleh masyarakat dan pemuka adat yang mengakibatkan pengungsian terhadap sedikitnya 16 KK yang menerima ajaran Khilafah dan dengan persetujuan Pemerintah Belanda pada saat itu Para Santri diijinkan untuk sementara waktu mendirikan walang (camp pengungsi) di Dusun Ori, yaitu sebidang tanah dati milik warga Kariu yang beragama Kristen.
Tujuan diungsikan 16 keluarga santri di dusun Ori ini agar mereka bisa menjalankan ibadah dan Sholat sebagaimana Ajaran Islam Modern tanpa gangguan dari komunitas Pelauw yang masih mempertahankan ajaran leluhur. Sejak tahun 1939 komunitas Ori mulai berkembang dan kemudian diangkat menjadi anak dusun dari Desa Pelauw sekitar tahun 1979 sesuai dengan UU Pemerintahan Desa No 5 tahun 1979 yang sekarang dikenal dengan nama Dusun Ori karena berada di atas tanah Dati Ori milik masyarakat Adat Kariu.
Pemerintah Provinsi Maluku maupun Pemkab Malteng beranggapan bahwa persoalan internal antara Pelauw-Ori telah selesai dengan ditetapkannya Ori sebagai anak dusun dari desa Pelauw. Namun, upaya untuk melegalkan kawasan Ori sebagai bagian administrasi Desa Pelauw masih berbuntut pada persoalan hak keperdataan sehingga terus menjadi wacana yang menimbulkan konflik-konflik sosial di wilayah itu. (BM31-03)