Jakarta, – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons tudingan pengusaha Jusuf Hamka yang menyebut Kementerian yang saat ini dipimpin dirinya memiliki utang Rp Rp 179 miliar kepada emiten jalan tol Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP).
Sri Mulyani menyebut pihaknya menghormati proses hukum namun menambahkan bahwa kasus ini juga harus dilihat secara keseluruhan dari perspektif persoalan masa lalu. Hal ini terkait dengan persoalan bank yang diambil alih oleh pemerintah saat memberikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), di mana di situ ada berbagai prinsip-prinsip mengenai afiliasi dan kewajiban dari mereka yang terafiliasi.
“Jadi memang saya juga melihat ada proses hukum di pengadilan dalam hal ini. Namun di sisi lain juga satgas BLBI di mana Pak Mahfud sebagai ketua tim pengarah kita masih punya tagihan yang cukup signifikan termasuk kepada pihak-pihak yang terafiliasi dengan Bank Yama yang dimiliki Siti Hardianti Rukmana,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI, DPR, Jakarta, Senin (12/6/23).
Siti Hardianti Rukmana atau yang lebih dikenal sebagai Tutut merupakan putri presiden ke-2 Indonesia, Soeharto. CNMP, kontraktor jalan tol yang saat ini dikendalikan Jusuf Hamka diketahui awalnya didirikan oleh Tutut Soeharto.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo juga telah menyebut bahwa dengan adanya hubungan afiliasi antara bank dan perusahaan milik Jusuf itu, maka ketentuan penjaminan atas deposito CMNP tidak mendapatkan penjaminan pemerintah. Sehingga permohonan pengembalian kala itu ditolak oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yakni lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan penyehatan perbankan.
Namun, CMNP tidak menerima keputusan BPPN dan mengajukan gugatan untuk tetap memperoleh pengembalian deposito. Gugatan CMNP dikabulkan dan mendapatkan putusan yang menghukum Menteri Keuangan untuk mengembalikan deposito tersebut.
Terkait tagihan yang belum dibayarkan, Sri Mulyani menegaskan bahwa fakta adanya berbagai hubungan di antara CMNP dan Bank Yama menjadi fokus di Kementerian Keuangan mengenai kewajiban negara.
“Jangan sampai negara yang sudah membiayai bail out dari bank-bank yang ditutup dan sekarang masih dituntut lagi untuk membayar berbagai pihak yang mungkin masih terafiliasi waktu itu,” tegas Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dirinya tidak mau jika negara malah harus membayar kembali bank-bank yang sudah diselamatkan atau di-bail out negara kala krisis moneter 1998. Dirinya juga menyebut bahwa masih banyak uang BLBI yang belum kembali ke negara.
“(Utang) BLBI kita juga belum sepenuhnya kembali, kalau kita lihat [dari] Rp 110 triliun baru Rp 30 triliun (yang kembali),” tambahnya.