BM31News
BM31News

Pencurian Teripang oleh Nelayan Saumlaki Tuai Respons Keras Australia

Pemerintah Australia dan KKP RI gelar kampanye informasi di Saumlaki untuk mencegah aksi ilegal nelayan lintas batas

Saumlaki, – Praktik pencurian teripang yang dilakukan sejumlah nelayan dari Saumlaki di wilayah perbatasan laut Indonesia-Australia menarik perhatian serius Pemerintah Australia dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. Fenomena ini menjadi isu utama dalam kegiatan Information Campaign PIC AFMA dan KKP 2025 yang digelar di Kompleks Pertokoan Tanimbar Raya, Pasar Lama Saumlaki, Rabu (4/6/2025).

Kegiatan sosialisasi tersebut diinisiasi sebagai respons atas meningkatnya aksi ilegal pengambilan teripang oleh nelayan lokal di wilayah perairan yang berbatasan langsung dengan yurisdiksi Australia. Pihak Australia, melalui kolaborasi dengan KKP RI, ingin menekan angka pelanggaran sekaligus menyampaikan risiko hukum dan keselamatan yang mengancam para pelaku.

“Dua tahun terakhir ini, Saumlaki menjadi buah bibir negara Australia maupun Kementerian Perikanan Indonesia karena banyaknya nelayan yang pergi ke perbatasan perairan Australia-Indonesia untuk mengambil atau mencuri teripang,” kata Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Alowesius Batkombawa.

Menurut Batkombawa, pemerintah Australia sangat peduli terhadap kelestarian ekosistem lautnya, terutama teripang yang kini terancam akibat eksploitasi ilegal. Oleh karena itu, keterlibatan Australia dalam kampanye ini bukan hanya soal pelanggaran batas negara, tetapi juga soal perlindungan sumber daya laut.

“Konsekuensi dari perbuatan ini adalah berurusan dengan hukum dan juga nyawa yang menjadi taruhan,” kata Batkombawa menegaskan risiko yang dihadapi para nelayan.

Alowesius Batkombawa juga menegaskan bahwa pihaknya terus berupaya melakukan pendekatan persuasif dan edukatif kepada masyarakat pesisir. Ia menilai solusi jangka panjang bukanlah semata tindakan hukum, melainkan pemberdayaan nelayan melalui alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan.

“Kami dorong agar nelayan bisa mencari teripang dan hasil laut lainnya di wilayah yang sah, dengan metode ramah lingkungan dan legal. Ini penting untuk keberlanjutan ekonomi dan kelestarian laut kita,” kata Batkombawa.

Dalam kegiatan sosialisasi tersebut, para narasumber dari Australian Fisheries Management Authority (AFMA) dan KKP RI menjelaskan secara detail peraturan perikanan lintas negara, ancaman pidana bagi pelanggar, serta dampak ekologis dari eksploitasi teripang secara ilegal.

Berdasarkan catatan AFMA dan pengamatan KKP, sebagian besar nelayan yang tertangkap melakukan pelanggaran berasal dari wilayah Tanimbar. Mereka memanfaatkan celah minimnya pengawasan di Laut Arafura dan tergiur oleh harga tinggi teripang di pasar ekspor Asia.

“Nelayan harus sadar bahwa melanggar wilayah perairan negara lain bukan saja tindakan kriminal, tapi juga membahayakan hubungan diplomatik Indonesia dengan Australia,” kata seorang perwakilan AFMA yang turut hadir dalam sesi penyuluhan.

Dalam sesi diskusi terbuka, sejumlah nelayan menyampaikan kendala yang mereka hadapi, seperti minimnya hasil tangkapan di perairan lokal, kurangnya peralatan modern, dan keterbatasan akses informasi. Beberapa mengaku tidak sepenuhnya memahami bahwa area yang mereka masuki termasuk wilayah kedaulatan Australia.

Menanggapi hal tersebut, KKP RI berjanji akan memperluas program edukasi berbasis komunitas dan memperkuat pengawasan laut dengan teknologi pemantauan berbasis satelit. Hal ini juga akan dibarengi dengan bantuan sosial ekonomi bagi nelayan terdampak kebijakan larangan tersebut.

“Kami sedang merancang skema pelatihan dan dukungan ekonomi bagi nelayan di kawasan perbatasan. Ini bagian dari komitmen kami untuk menyeimbangkan aspek penegakan hukum dan kesejahteraan,” kata seorang perwakilan dari Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP.

Batkombawa berharap, setelah kegiatan ini, para nelayan lebih bijak dalam menentukan wilayah tangkapan dan memahami bahwa tindakan ilegal hanya akan merugikan diri sendiri dan komunitasnya.

“Nelayan adalah aset bangsa. Tapi mereka juga harus menjadi pelindung lautnya sendiri, bukan perusak,” tutup Batkombawa. (BM31)

Loading


Dapatkan berita terbaru dari BM31News.com langsung di ponsel Anda! Klik untuk bergabung di Channel WhatsApp dan Telegram kami sekarang juga.
BM31News BM31News BM31News BM31News BM31News BM31News BM31News BM31News BM31News