Ambon, – DPRD Provinsi Maluku menegaskan bahwa persoalan aktivitas tambang Batulicin di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) merupakan tanggung jawab penuh mantan Penjabat (Pj) Gubernur Maluku Sadali Ie dan mantan Pj Bupati Malra Jasmono.
Sorotan tajam ini disampaikan langsung oleh anggota Komisi III DPRD Maluku, Rofik Afifudin, dalam rapat dengar pendapat bersama massa aksi yang berlangsung di ruang sidang utama, Senin (16/6/2025). Rofik menuding aktivitas pertambangan yang terjadi di Kei Besar dilakukan secara ilegal tanpa adanya izin resmi maupun dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Sebenarnya ini harus ditelusuri lebih jauh siapa dibalik operasi tambang ini, sebab aktivitas penambangan tanpa ada izin dan tanpa AMDAL. Bagi kami ini sama saja ‘pencuri’ hak-hak rakyat,” kata anggota DPRD Maluku, Rofik Afifudin.
Ia menekankan bahwa tanggung jawab atas aktivitas tambang yang melanggar hukum tersebut berada pada Sadali Ie dan Jasmono karena terjadi di masa kepemimpinan mereka.
“Olehnya itu, mantan Pj Gubernur Maluku, Sadali Ie, dan mantan Pj Bupati Maluku Tenggara, Jasmono, harus memberikan penjelasan terhadap kondisi ini karena mereka saat itu yang paling bertanggung jawab,” tambahnya.
Tak hanya mendesak pertanggungjawaban, Rofik juga meminta DPRD segera mengambil sikap tegas terhadap keberlanjutan operasi tambang Batulicin. Ia mengusulkan agar lembaga legislatif menyurati Pemerintah Provinsi Maluku untuk segera menghentikan seluruh kegiatan pertambangan di wilayah tersebut.
“Melalui lembaga ini kita harus menyurati Pemerintah Provinsi Maluku untuk menghentikan seluruh aktivitas tambang Batulicin,” tandas Rofik.
Isu tambang Batulicin terus menuai polemik karena beroperasi di wilayah yang termasuk dalam kategori pulau kecil, dengan risiko besar terhadap keberlanjutan lingkungan, ekologi, dan budaya masyarakat adat setempat.
Anggota Komisi II DPRD Maluku, Alhidayat Wajo, juga menyampaikan sikap yang senada. Ia merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang secara tegas melarang aktivitas pertambangan mineral di pulau kecil.
“Fraksi PDIP menolak adanya PT Batulicin di Kabupaten Maluku Tenggara. Kami juga minta secara resmi atas nama lembaga agar pemerintah daerah segera menghentikan sementara operasional PT Batulicin yang ada di Kei Besar,” kata Alhidayat Wajo.
Sikap dua fraksi besar di DPRD Maluku ini memperkuat tekanan terhadap pemerintah provinsi untuk bertindak cepat dalam menanggulangi persoalan yang dinilai sudah melanggar prinsip-prinsip tata kelola lingkungan hidup.
Kekhawatiran yang diungkap para legislator mencerminkan kegelisahan masyarakat terhadap dampak ekologis, sosial, dan budaya yang ditimbulkan oleh operasi tambang tersebut. Pemerintah daerah pun didorong untuk lebih proaktif dan bertanggung jawab.
Sampai berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Provinsi Maluku belum memberikan keterangan resmi terkait tuntutan DPRD maupun desakan penghentian aktivitas tambang di Kei Besar. (BM31-JP)