Ambon, – Pemerataan tenaga pendidik masih menjadi pekerjaan besar bagi Pemerintah Provinsi Maluku dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Hal ini ditegaskan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku dalam dialog interaktif yang digelar oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura, Kamis (5/6/2025) di Student Center Unpatti, Ambon.
Dialog tersebut mengangkat isu krusial seputar distribusi guru yang belum merata, meski secara jumlah, Provinsi Maluku memiliki stok guru yang memadai. Namun, penumpukan tenaga pendidik di wilayah kota menjadi persoalan mendasar yang harus segera diatasi.
“Pemerintah provinsi Maluku telah melakukan banyak hal terkait peningkatan sarana dan prasarana pendidikan. Namun, kami menyadari bahwa apa yang telah dilakukan belum menyentuh akar persoalan distribusi guru,” kata Kabid GTK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, Juspi Tuarita.
Ia menjelaskan bahwa secara kuantitas, Maluku memiliki sekitar 8.000 guru P3K dan PNS, serta 3.000 guru honorer yang tersebar di sembilan kabupaten dan dua kota. Meski jumlah tersebut cukup, distribusinya sangat timpang, terutama antara daerah perkotaan dan wilayah 3T.
“Penyebaran guru kita tidak merata. Banyak yang menumpuk di kota, sementara daerah seperti MBD, Aru, KKT, SBT, SBB, Buru, dan Bursel masih kekurangan guru,” ujar Juspi Tuarita.
Menurut Tuarita, rasio guru di Maluku secara statistik bahkan sedikit di atas rata-rata nasional. Namun, realitas di lapangan menunjukkan masih banyak sekolah di daerah terpencil yang mengalami kekurangan tenaga pengajar, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Terkait kondisi ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku mendorong FKIP Unpatti dan lembaga pendidikan tinggi lainnya untuk lebih aktif mempersiapkan lulusan yang siap mengabdi di mana saja, terutama di daerah yang masih tertinggal.
“Kami berharap lulusan FKIP bukan hanya berkualitas, tapi juga bersedia ditempatkan di wilayah mana pun. Tugas guru adalah tugas yang sangat mulia karena masa depan bangsa ada di tangan para pendidik,” jelasnya.
Ia juga menyinggung tentang program “Guru Mobile” yang sedang dirintis oleh pihaknya. Program ini bertujuan untuk mengirim guru-guru berkualitas dari kota Ambon ke daerah-daerah terluar sebagai upaya pemerataan akses dan mutu pendidikan.
“Guru-guru dari SMA Negeri 1 Ambon, SMAN 2, Xaverius, dan SMA Kristen yang kami nilai unggul, akan kami tempatkan secara bergilir ke wilayah 3T. Tujuannya agar kualitas pendidikan di kota dan daerah terluar bisa setara,” terang Tuarita.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pendekatan ini juga untuk merombak pola pikir lama tentang sekolah unggulan. Saat ini, kata dia, tidak ada lagi dikotomi antara sekolah unggulan dan non-unggulan, sebab semua sekolah di Maluku harus mendapatkan perhatian yang sama dari pemerintah.
“Kita ingin menghapus istilah sekolah unggulan. Semua sekolah berhak mendapatkan sarana dan prasarana yang baik, serta guru yang berkualitas. Tidak ada anak Maluku yang boleh tertinggal hanya karena lokasi sekolahnya jauh dari kota,” katanya menegaskan.
FKIP Unpatti pun menyambut baik ajakan tersebut. Dalam kesempatan yang sama, Dekan FKIP Unpatti menyatakan kesiapan institusinya untuk berkolaborasi lebih erat dengan Dinas Pendidikan guna menyiapkan calon guru yang adaptif dan profesional.
“FKIP akan terus memperkuat kurikulum dan pelatihan lapangan agar lulusan kami siap mengajar di mana pun. Ini bagian dari tanggung jawab moral kami untuk Maluku,” ucapnya.
Dari forum ini, terlihat sinyal kuat akan sinergi yang lebih intensif antara perguruan tinggi dan pemerintah daerah dalam menjawab tantangan pemerataan pendidikan di Maluku. Harapannya, setiap anak bangsa, di mana pun berada, dapat menikmati pendidikan yang berkualitas dan setara. (BM31-JP)