Regulasi pengadaan barang dan jasa ini kemudian menjadi potensi praktek-praktek korupsi pencucian uang melalui dana aspirasi DPRD khususnya di Maluku.
Semua paket yang akan ditayangkan melaui LPSE Provinsi Maluku terlebih dahulu didiverifikasi secara of line oleh Satker dengan memo dari anggota DPRD yang memiliki dana aspirasi yang akan ditayang.
Sudah bukan rahasia umum lagi yang terjadi di DPRD Maluku bahwa satu proyek “dijual” dengan harga 12-15% dari total nilai kontrak. Selain itu, ada juga yang berlakukan sistim bagi hasil serta Kerja Sama Operasional (pakai perusahaan). Intinya proyek-proyek aspirasi itu diusulkan dari dewan, oleh dan untuk dewan sendiri.
Rata-rata proyek aspirasi DPRD Maluku diusulkan oleh anggota DPRD dengan sasaran kelompok tim sukses dalam Pemilu, dikerjakan oleh Anggota Dewan melalui rekan yang ditunjuk dengan memo dan diawasi sendiri oleh DPRD melalui agenda pengawasan sehingga DPRD tak mungkin mengawasi “proyeknya sendiri”.
Selain lemahnya pengawasan, Agenda penyampaian aspirasi yang dilakukan oleh DPRD Maluku ke Pemerintah Pusat di Jakarta pun disoroti karena tak pernah berhasil. Banyak persoalan di Maluku yang tak mampu dipresentasikan melalui agenda aspirasi DPRD Maluku, seperti proyek Lumbung Ikan Nasional, Blok Masela, Provinsi Kepulauan dan proyek Ambon New Port yang semuanya gagal diperjuangkan. Padahal, jika mega proyek itu bisa diperjuangkan oleh DPRD yang adalah representative rakyat Maluku, maka sudah tentu akan menghasilkan peningkatan PAD. Lantas aspirasi apa yang setiap saat disampaikan oleh DPRD dengan anggaran perjalanan dinas miliyaran rupiah itu?
Dalam rapat Komisi III DPRD Provinsi Maluku yang digelar Selasa (23/5/23) lalu, bersama mitra, dalam rangka membahas agenda pengawasan tahap II terhadap program yang bersumber dari APBD/APBN tahun 2022 di tiga Kabupaten/Kota, yaitu Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) terlihat bahwa Komisi III DPRD seperti “mengemis” minta data dari mitra komisi.
Jika tak diberikan data oleh mitra, maka tentunya DPRD tidak bisa berbuat apa-apa alias tak mungkin melakukan pengawasan di lapangan. Padahal, untuk kegiatan-kegiatan yang dibaiayai baik APBN maupun APBD tahun 2022 lalu, harusnya komisi III memiliki data konkrit karena semua kegiatan tersebut disampaikan melalui aspirasi DPRD Maluku.
“Rapat tersebut untuk meminta data dari mitra baik itu OPD Maluku maupun balai vertikal terkait kegiatan selama tahun 2022. Kita lebih ditekankan ke data dan kita minta pendampingan dari seluruh mitra, OPD maupun balai vertikal untuk melihat realisasi anggaran 2022,” ujar pimpinan Komisi III DPRD Maluku Saoda Tethol.
DPRD Maluku lebih banyak meninjau hasil yang disuguhkan oleh mitranya ketimbang melakukan pengawasan dari sisi kualitas pekerjaan, penganggaran, manfaat maupun sasaran kegiatan. (BM31-TIM)